Choose your language

Jumat, 12 Agustus 2011

PUISI UNTUK AMARE PART II


 4 tahun kemudian,….
Di pagi yang masih kelam, bahkan sinarpun tak layak di pandang, burung-burung malam enggan mengakhiri pesta mereka, dan langit menghias diri menyambut mentari. Seperti biasa Amare melakukan hobinya setiap pagi, kini di sudah berusia 14 tahun hal ini ditunjukkan dengan wajah yang tak seimut dulu. Warna kulit yang merubah cemerlang, apalagi saat diterpa sinar matahari yang menerobos sela-sela awan putih di langit, dihias rambut hitam yang tak ia biarkan terurai bahkan kecantikannya tampak begitu jelas oleh mata telanjang, tinggi hampir 175 membentuk bod\i semampai kaki yang panjang dan pinggul yang ramping serta kulit putih yang bersih cangat cocok dengan paduan training pink atas bawah dengan sepatu cat putih.
Sementara pagi masih menyongsong cahaya merambat perlahan meratakan separuh jalan kota Pasuruan. Serangkaian aktivitas penduduk kota semakin menyibuk, udara semakin menghangat. Sepertinya bulan ini adalah musim dimana orang-orang harus melepas jaket dan sweater mereka, beberapa orang melempar senyum untuk Amare ketika berpapasan muka dan wajah-wajah damai mereka seakan menunjukkan bahwa kota kecil ini selalu harmonis meski kadang pemabuk sering berteriak di malam hari tapi itu sudah merupakan hal yang biasa bagi mereka karna teriakan pemabuk tidak akan lama ketika jenggongan anjing menyelanya. Kota pasuruan merupakan kota kecil yang berada di tengah-tengah kedua kota besar yang saling bermusuhan ada jalur pantura di sebelah utara dan banyak sekali terdapat pohon bringin peningglan belanda di sudut-sudut kota termasuk di sebuah taman yang sangat di gemari penduduk, taman yang sangat indah yang mengisayaratkan harmonin nuansa virdaus. Taman vendel namanya di musim gugur selalu terjadi hujan daun di taman itu. Daun bringin kecil yang berwarna kuning jatuh berguguran setiap hari, patung pahatan klasik yang begitu sempurna sekan mereka pernah hidup di jamanya, munkin jaman batu. 
Konon cerita kota bahwa patung-patung itu dulu benar-benar hidup dan mereka adalah manusia-manusia yang ingin hidup abadi dengan meneyambah pohon-pohon bringin serta memberi sesaji hingga tiba-tiba mereka menjadi batu, itulah dongen tentang kota pasuruan yang sering diceritakan para ibu kepada anak-anak mereka. Di taman itu ada suatu tempat yang sangat romantis yang sering di sebut taman Ken Dedes, rumput hijau yang tak pernah mongering, danau kecil dengan percik ikan-ikan serta burung-burung yang selalu singgah disana. Suara mereka tak pernah sepi bunga teratai selalu bekembang dan edelwish menghias rumpunan pagar kecil dengan tananman anggur yang merambat sampai ke atas mengayomi jalan setapak, tempat yang sempurna. Tentu ada sebuah cerita tersendiri tentang tempat itu yang hanya akan menjadi legenda bagi penduduk remaja. Legenda tentang putri cantik yang bernama Ken Dedes di satu abad sebelumnya. Ia pergi dari kerajaan dan bersembunyi karna merasa sebagai penyebab pertikaian antara Ken Arok dengan raja Tunggal Ametung. Di taman itu kendedes berdoa supaya pertikaian itu cepat berakhir dan akan melakukan apa saja untuk mengakhiri pertikaian tersebut. Melihat doa Ken dedes yang begitu tulus hingga burung-burung dan ikan-ikan serta hewan yang lainnya datang untuk menemani Ken Dedes. Mereka bernyanyi supaya Ken Dedes tidak merasah sedih, hiingga akhirnya pertempuran dimenangkan oleh Ken Arok dan Ken Dedes dijadikan istri oleh Ken Arok.
 

Tidak ada komentar: